Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI, Dr Rudi Margono SH MHum memperoleh gelar profesor dari Unissula. Pengukuhannya sebagai Prof (HC-Unissula) dilaksanakan di Auditorium Unissula pada Sabtu (15/11/2025).
Dalam orasi ilmiahnya ia menyampaikan pidato tentang urgensi perampasan aset milik terpidana dalam upaya restitusi/pengembalian kerugian untuk perlindungan hukum bagi korban tindak pidana. Menurutnya banyak korban tindak pidana yang menginginkan restitusi namun dalam proses dan realitasnya masih sulit dan tidak optimal.
Ia menyebut berdasarkan data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dari Januari – September 2025 terdapat 3.948 korban yang mengajukan restitusi. Adapun tingkat keberhasilan hanya sekitar 10% dari total kerugian yang dihitung oleh LPSK.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban tindak pidana oleh pelaku atau pihak ketiga. Tujuannya mengembalikan korban ke kondisi seperti sebelum terjadinya tindak pidana. Bentuk ganti rugi meliputi kehilangan kekayaan, penderitaan fisik dan psikis, biaya perawatan medis dan psikologis, biaya advokat, dan lainnya.
Menurutnya ada banyak problematika hukum dalam untuk melaksanakan restitusi. Problematika tersebut antara lain secara normatif restitusi tidak diatur secara detil dalam KUHAP, maka terkesan para penegak hukum tidak ada kewajiban dalam memperjuangkan hak-hak korban dalam mengupayakan restitusi walaupun sebenarnya sudah diatur dalam UU materiil.
Selain itu belum ada pemahaman yang sama antara penegak hukum terkait pembayaran restitusi pada korban tindak pidana sehingga penegakan hukum hanya diukur dari berapa banyak pelaku dihukum, sehingga sudah dianggap berhasil tetapi tidak diukur dari indikator keberhasilan dalam mengembalikan restitusi. Kurangnya informasi atau kesadaran korban mengenai hak-hak mereka mengakibatkan banyak korban tidak mengajukan permohonan restitusi.
Demikian juga masih lemahnya koordinasi dan komunikasi antar-lembaga penegak hukum dan LPSK yang menyebabkan tuntutan atau permohonan restitusi tidak dipertimbangkan atau dimasukkan ke dalam amar putusan hakim. Tuntutan pidana dari penuntut umum belum optimal untuk mengakomodir restitusi. Kompleksitas prosedur pengajuan dan persyaratan pembuktian yang ketat seringkali berujung pada penolakan permohonan restitusi.
Hak restitusi bagi korban tindak pidana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang salinan tata cara penyelesaian permohonan dan pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban tindak pidana. Pada pasal 4 dinyatakan korban berhak memperoleh restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/ atau penghasilan. Ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat restitusi. Penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikolagis; dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Menurutnya ada banyak negara yang sudah sangat maju dalam hal implementasi restitusi. Di Amerika Serikat dikenal adanya Victims of Crime Act (VOCA) memastikan bahwa restitusi korban menjadi prioritas utama. VOCA Fund, sebuah dana khusus yang dibentuk oleh aset yang disita, digunakan untuk memberikan kompensasi kepada korban. Melalui mekanisme ini, Amerika secara struktural memisahkan pemidanaan badan dari pemulihan aset, sehingga proses restitusi dapat berjalan cepat dan independen. Hukum di Amerika secara eksplisit memprioritaskan restitusi korban dari aset yang disita sebelum dialokasikan untuk penggunaan pemerintah lainnya.
Sementara di Inggris menggunakan Proceeds of Crime Act 2002 (POCA). Salah satu mekanisme perampasan aset paling komprehensif di dunia. Mekanisme ini sangat mempercepat proses pemulihan aset. POCA memungkinkan aset yang disita dialokasikan kembali untuk kepentingan publik, termasuk melalui restorasi langsung kepada korban (compensation dan reparation). Dengan memisahkan proses perampasan dari jalur pidana konvensional, Inggris memastikan bahwa tujuan utama kejahatan ekonomi yaitu menghilangkan keuntungan finansial tercapai secara efisien, sekaligus memberikan jalur pemulihan yang cepat bagi korban. Sistem ini merupakan model ideal bagi Indonesia dalam menghadapi kejahatan ekonomi yang pelakunya sulit ditemukan atau asetnya disembunyikan.
Sementara itu Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH menyebut penganugerahan gelar profesor tersebut telah melalui mekanisme dan memenuhi perundang undangan yang berlaku. Ia juga memuji Prof Rudi sebagai penegak hukum berintegritas tinggi serta memiliki gagasan luar biasa untuk mengoptimalkan penegakan hukum di Indonesia.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Plt Wakil Kejaksaan RI, Prof Dr Asep Mulyana SH MHum beserta jajarannya. Hadir pula Ketua Pembina Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) Drs Azhar Combo. Ketua Pengurus YBWSA, Prof Dr Bambang Tri Bawono SH MH. Senat universitas dan pejabat structural Unissula.






