Dosen FH Unissula Soroti Tuntutan Pemakzulan Bupati Pati

Berita, Nasional42 Views

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unissula Semarang Dr Nanang Sri Darmadi SH MH menyoroti tuntutan mundur dari jabatan Bupati Pati oleh massa yang menggelar demo di Alun-alun Pati, Jawa Tengah pada Rabu (13/8/2025).

Dirinya menyebut mekanisme pemberhentian kepala daerah telah diatur secara rinci dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga tuntutan pemakzulan yang mengemuka di Kabupaten Pati merupakan hal wajar dalam iklim demokrasi.

Namun, dia mengingatkan proses tersebut tidak bisa dilakukan hanya melalui aksi massa. Harus menempuh jalur hukum dan politik yang ditentukan undang-undang. “Kalau masyarakat langsung memakzulkan kepala daerah itu tidak ada mekanismenya. Aspirasi harus disalurkan kepada pihak yang punya kewenangan, seperti DPRD misalnya,” ujarnya di kampus Unissula.

Nanang menjelaskan DPRD dapat mengajukan usulan pemberhentian kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui gubernur.

Sebelum diajukan, usulan tersebut harus disertai bukti kuat dan diuji kebenarannya oleh Mahkamah Agung (MA) maksimal dalam waktu 30 hari. “Putusan MA menjadi dasar hukum bagi Menteri Dalam Negeri untuk memproses pemberhentian,” ujarnya.

Selain DPRD, dia menyebut gubernur juga memiliki kewenangan mengusulkan pemberhentian bupati atau wali kota yang diajukan ke Mendagri.

“Secara normatif, pelanggaran sumpah dan janji jabatan bisa menjadi dasar pemberhentian kepala daerah. Namun, harus ada legitimasi putusan pengadilan agar prosesnya tidak semata-mata bernuansa politik,” katanya.

Menurutnya, pemberhentian kepala daerah dapat terjadi karena tiga alasan utama, yaitu meninggal dunia, pengunduran diri atau diberhentikan. Dalam hal ini, Mendagri juga dapat mengambil inisiatif. Untuk pemberhentian, dasar hukumnya beragam, antara lain berakhirnya masa jabatan, tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut atau melanggar sumpah/janji jabatan dan kewajiban sebagai kepala daerah. “DPRD bisa mengambil inisiatif atas masukan masyarakat, terutama jika keresahan sudah meluas,” ujarnya.

Untuk diketahui, aksi massa ini dimotori oleh Aliansi Masyarakat Pati Bersatu yang menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Tuntutan ini mencuat setelah Bupati Sadewo mengeluarkan kebijakan menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Tak hanya itu, pemicu lainnya adalah Bupati Sadewo menantang seberapa banyak masyarakat Pati yang berdemo pada 13 Agustus 2025 tak akan mengubah keputusannya.

Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Pati telah mengeluarkan keputusan membentuk panitia khusus (Pansus) Hak Angket untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo. Kendati begitu, Sudewo menyatakan tak akan mundur dari jabatannya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *